Matahari telah bangun dari peradabannya. Dia terduduk di
kursi sofa dan menyiapkan barang-barang untuk dia bekerja. Dia pun siap-siap menuju kantor
menggunakan transportasi umum. Namanya Anisa, biasanya orang memanggilnya Nisa.
Wajahnya seperti mutiara yang memperindah dunia , matanya berembun mengandung
sejuta kehidupan. Dia sangatlah rupawan, dikepalanya terdapat kain yang
menutupi rambutnya. Tak hanya fisik yang rupawan tapi hatinya juga. Saat perjalanan
dia bertemu dengan seorang wanita dengan rambut yang panjang, ia sangat cantik
dan manis. Dia mengucapkan salam pada wanita.
‘’Assalamualaikum’’ Wajahnya berseri dan pipinya
kemerahan.
‘’Waalaikumsalam’’ Dengan wajah yang masam
‘’Namamu siapa?’’ tersenyum manis pada wanita yang belum
ia kenal.
‘’Haruskah aku menjawab pertanyaanmu?, aku tidak ada
waktu untuk menjawab pertanyaanmu!!!’’ Sambil membentak dan memainkan
ponselnya.
‘’Oh… Baiklah, tak apa kalau begitu. Aku hanya ingin
berkenalan denganmu’’ dengan sedikit merasa bersalah.
Anisa hanya terdiam disebuah mobil umum yang berwarna
hijau itu. Ia merasa bersalah kepada seorang wanita tersebut. Tak diduga wanita
yang membentak Anisa adalah pegawai baru dikantornya. Saat itu mereka bersamaan
turun dari mobil umum itu.
‘’Kamu kerja disini?’’ Tanya Anisa ramah.
‘’Iya, kamu juga?’’ Jawab wanita itu dengan wajah yang
masam.
‘’Iya, aku menjadi penulis artikel di kantor Majalah ini,
apakah kamu pegawai baru?. Sepertinya aku tak pernah melihatmu sebelumnya?’’ Tanya
Anisa mengerutkan alisnya.
‘’Iya, saya pegawai baru’’ Ia masih saja bermuka masam
pada Anisa ‘’Saya duluan, tidak ada gunanya saya banyak bicara dengan anda.’’
Anisa hanya bersabar sambil melangkahkan kakinya menuju
sebuah gedung bertingkat tempat ia bekerja. Apa
salahku? Sepertinya aku tak pernah
membuat kesalahan padanya aku hanya ingin berkenalan dengannya, ah entahlah, fikirnya. Anisa pun menaruh tas dang berkasnya
dimeja. Saat itu juga Anisa membuat artikel.
‘’Anisa…’’. Anisa dipanggil oleh pimpinanya. Dia langsung
cepat-cepat menuju ruangan pimpinanya. Dengan keringat dingin dan wajah yang
murung.
‘’Selamat pagi Pak’’ dengan wajah yang hormat.
‘’Pagi, Anisa perkenalkan ini Nanda. Dia adalah pegawai
baru dikantor ini.
Anisa menoleh kearah Nanda. Ia sangat kaget Nanda adalah
wanita yang bermuka masam yang ia temui pagi tadi. Anisa mengerutkan alisnya.
‘’Iya Pak, lalu apa yang harus saya lakukan?’’
‘’Begini Nisa, Nanda sekarang satu staf denganmu, tolong
ajarkan dia bagaimana cara menulis artikel yang baik dan benar. Karena dia
masih pegawai baru dikantor ini’’. Wajah yang sangat tegas dan suaranya yang
sangat lantang.
‘’Baiklah Pak’’ Wajah yang ramah.
Anisa pun mengajak Nanda keruangannya. Awalnya Nanda
memang cuek padanya. Tak disangka Nanda meminta maaf pada Anisa tentang
kejadian tadi pagi yang membuat Anisa bingung. Anisa pun memaafkannya. Saat itu
Anisa mengajari Nanda membuat artikel.
Nanda merasa bingung dengan artikelnya. Dengan sabar Anisa mengajari Nanda. Jam
istirahat kantor, Anisa menutup laptopnya dan mengajak Nanda untuk makan siang
di kantin.
‘’Nan… Kekantin yuk?’’
dengan menjulurkan tangannya.
‘’Baiklah’’ dengan ramah pada Anisa
Sesampainya dikantin yang tak jauh dari kantornya. Nisa
memesan makanan dikantin sambil menunggu hidangan tiba. Nanda berbicara kepada
Anisa.
‘’Maafkan aku Anisa, aku merasa bersalah padamu. Ya walaupun
tadi aku sudah meminta maaf padamu, tapi aku masih bersalah. Tak selayaknya aku
memarahimu tadi’’ wajah yang murung dan memegang tangan Anisa.
‘’Tidak apa-apa. Mungkin saat itu juga aku terlalu
memaksakan kehendak untuk berkenalan denganmu Nanda’’ dengan menjabat tangan
Nanda.
‘’Terimakasih Nis, aku heran padamu. Kenapa kamu sangat
sabar menghadapi aku tadi?. Banyak sekali orang yang memusuhiku karena aku yang…
seperti itulah’’ nafasnya terisak.
‘’Aku sudah biasa menghadapi orang yang karakternya
seperti kamu. Jadi ya, aku selalu berfikiran positif padamu. Kalau boleh aku
tau, kenapa kamu tiba-tiba sering marah seperti itu, apakah itu sudah
karaktermu?’’ wajah penasaran timbul pada Anisa. Sepertinya Anisa tahu kenapa
dia menjadi temperamen seperti itu.
‘’Aku seperti ini semenjak orang tuaku bercerai Nis. Aku
merasa sangat sedih dan sempat depresi, mereka bercerai semenjak aku berumur 6
tahun’’ mata Nanda berembun saat itu dan tak sadar Nanda menjatuhkan air
matanya.
‘’Jadi begitu, sabar ya Nanda. Aku yakin pasti banyak
hikmah yang kamu dapat dari semua ini.’’ Dengan mengelus bahu Nanda dan
memberikan selembar tissue untuknya.
‘’Terimakasih Anisa’’ Nanda mengangkat pipinya dan
menerima tissue.
2 komentar:
ceritanya mengalir, lancar.
sekarang Surya coba tingkatkan tensi cerita pada cerpen berikutnya.
konflik yang terjadi pada cerpen diatas cukup datar. Resolusinya pun klise (minta maaf).
Coba pertajam konflik antara Nanda dan Nisa. Jangan terlalu cepat berdamai.
Dan yah, Nanda harus punya alasan yang lebih untuk bersikap masam. Perceraian ortu sepertinya klise dijadikan alasan seseorang untuk berkarakter buruk.
Itu pekerjaan rumah kamu selanjutnya.
Selamat tahun baru Islam :)
Terimakasih kak. Oh ya.. cerita tersebut hanya sebagian kok kak... itu banyak part2nya. dan cerita itu belum selesai.
Iya kak... Terimakasih :)
Posting Komentar